Sabtu, 14 April 2012

IRONI PUDARNYA PANCASILA DI ERA REFORMASI PADA GENERASI MUDA


IRONI PUDARNYA PANCASILA DI ERA REFORMASI 
PADA GENERASI MUDA
Oleh Dudih Sutrisman

“ideologi yang bisa terus eksis adalah ideologi yang bisa menempatkan kepentingan nasional tanpa ikut terpengaruh nilai-nilai asing dari ideologi lain yang datang melalui informasi global seperti siaran televisi, internet atau pertukaran jasa dan barang lainnya”.
(Prof. M. Alwi Dahlan, Ph.D., mantan Menteri Penerangan)

Sebagai sebuah Negara, Indonesia juga pastilah memiliki ideology. Ideology negeri ini adalah lima sila yang kita sebut sebagai pancasila. Pancasila selain sebagai sebuah ideology juga merupakan sebuah falsafah, pandangan hidup bangsa Indonesia. Namun yang perlu dikritisi adalah sejauh mana pemahaman para generasi muda negeri ini akan ideology tersebut. banyak fakta menyebutkan bahwa telah terjadi krisis pemahaman akan pancasila di kalangan generasi muda saat ini yang hidup pada era globalisasi dengan segala teknologi dan kemudahannya bagaimana tidak, pola pikir dan gaya hidup mereka semakin hari semakin tak menampakkan bahwa mereka berpedoman pada pancasila, bias dibayangkan bagaimana sedihnya para Founding Father negeri ini jika mengetahui hal itu terjadi pada generasi yang dianalogikan oleh Ir. Soekarno sebagai generasi yang menyimpan harapan besar baginya sebagaimana beliau pernah berucap “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia!”. Namun kini semua itu seakan jauh dari harapan, para generasi muda kini mulai pudar jiwa pancasilanya. Bahkan banyak diantara mereka yang kini mulai mempertanyakan pancasila dan menganggap bahwa pancasila sudah usang sebab pancasila dianggap identic dengan orde baru dimana memang ketika orde baru berkuasa, upaya indoktrinasi pancasila begitu gencarnya dilakukan kepada masyarakat luas namun itu pun dengan tujuan penanaman nilai-nilai pancasila untuk keperluan pembangunan nasional indonesia.
Pola pemikiran yang demikian haruslah segera diubah sesegera mungkin, pemikiran yang beranggapan bahwa pancasila adalah identik dengan orde baru harus segera dihapus dari pemikiran mereka. Bagaimana tidak, pancasila bukanlah sebuah produk orde baru namun pancasila adalah suatu pemikiran panjang yang didasarkan pada berbagai aspek menyeluruh dari kausa materialis dilihat dari segi sejarah dan humaniora jauh sebelum Negara bernama Indonesia berdiri pada tahun 1945. Sila-sila yang terdapat dalam pancasila mengandung makna filosofis yang sangat mendalam, bunyi sila-sila tersebut sangat sederhana namun apabila kita cermati lebih dalam lagi maknanya tidaklah sesederhana bunyinya. Ambil sebagai contoh adalah sila pertama yang tentu merupakan sila kunci untuk sila yang lainnya dengan bunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, kata demikian mengandung arti bahwa Indonesia mengakui akan adanya kekuatan, kekuasaan Dzat yang Maha Segalanya, dengan kata lain Indonesia mengakui agama yang dianut oleh masing-masing warganegaranya. Dan kata demikian memberikan gambaran kepada khalayak bahwa Negara ini tidak berdiri di atas landasan suatu agama tertentu dengan tidak adanya embel-embel nama agama tertentu dalam kalimat sila tersebut, demikian pula halnya untuk sila yang lainnya
Lalu upaya apa yang perlu dilakukan untuk mengubah paradigma negative mengenai pancasila utamanya pada generasi muda? Pertanyaan tersebut selalu terbayang juga mungkin dibenak para pembaca sekalian. Nah, mari kita refleksikan kembali dengan kita berpikir sejak kapankah perubahan paradigma tersebut mulai tampak, kita akan menemukan benang merahnya pada suatu gerakan yang menuntut perubahan menyeluruh di negeri ini pada beberapa tahun silam, yakni gerakan reformasi. Sejak tumbangnya orde baru pada 1998, orang-orang menyuarakan anti Soeharto dan antek Orde Barunya namun hal itu ternyata turut berimbas pada paradigma massa terhadap Pancasila yang kerapkali digunakan oleh pemerintah Orde Baru sebagai alat untuk mewujudkan pembangunan nasional. Ditambah lagi oleh kurikulum pendidikan nasional yang kala itu secara bertahap menghilangkan nama Pancasila dalam salah satu mata pelajaran pokok yang bernama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) atau kala upaya doktrinasi pancasila mulai digalakkan pemerintah orba untuk mengindonesiakan orang Indonesia bernama Pendidikan Moral Pancasila dan Kewarganegaraan (PMPKn). Bahkan kini pelajaran itu bernama Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) tanpa embel-embel Pancasila dibelakangnya. Materi kurikulum nya pun sudah mulai berubah, dahulu ketika duduk di bangku sekolah dasar (SD) kita mempelajari akan bagaimana budi pekerti yang baik, musyawarah yang baik dan masih banyak lagi yang merupakan implementasi nyata dalam kehidupan kelak dari sila-sila yang ada dalam Pancasila tersebut namun kini materinya hanya sebatas pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan politik kenegaraan dan hukum.
Melihat realita yang ada tersebut alangkah lebih baiknya pemerintah kembali menggalakkan semangat Pancasila, tanamkan pada seluruh warganya akan nilai-nilai luhur Pancasila mulai dari yang terkecil sekalipun karena biar bagaimanapun juga Pancasila adalah soko guru dari segala aspek dalam kehidupan negeri ini. Jangan sampai Pancasila tidak memiliki ruang lagi dalam benak dan jiwa bangsa ini jika berlanjut, mau dibawa kemana negeri ini?

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
(Ir. Soekarno, Proklamator Republik Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar