Sabtu, 23 November 2013

Kalo Kamu Masuk Dunia Kampus

img: abangnatapura.blogspot.com

                Di dunia kampus kamu akan menemui banyak hal yang ga akan kamu temuin saat kamu SMA, so pergunakan waktu sebaik mungkin saat kamu udah ada di dunia kampus... dunia terbuka lebar bagi kamu...tapii, ya bagi kamu yang benar-benar mau berusaha dong...hehe

             Kampus? Yang ada di benak kita tentang kampus itu ya tempat belajar, tempat kumpulnya para mahasiswa....nah sungguh beruntunglah bagi kamu-kamu yang punya kesempatan duduk di kampus perguruan tinggi soalnya masih banyak diluar sana yang ga bisa ngerasain kesempatan itu, so bersyukurlah...  Alhamdulillah...
                Setelah masuk ke dunia kampus dan ninggalin baju putih abu, kamu udah punya bayangan ga nih kamu mau ngapain? Apa yang bakal kamu lakuin di kampus? Ayo inga.inga ting!! Hha...
                Kalau waktu SMA kamu dibatasi oleh jam dan tembok gerbang, maka disini pembatas itu kayak fatamorgana, seperti tidak ada padahal ada...kamu mantepin dulu niat kamu, mau jadi akademisi atau mau jadi organisatoris? Atau keduanya? Atau bahkan aktivis mahasiswa yang suka turun ke jalan untuk memperjuangkan nasib rakyat? Pilihan ditanganmu kawan...

                Semua pilihan tadi ga ada yang ga baik, semuanya baik... J jika kamu udah mantepin niat, tinggal konsisten, insya allaah hasilnya luar biasa....jangan lupa kalau ada event perlombaan yang sesuai sama passion kamu, ikuti...siapa tau kamu dapet raih prestasi dari situ. Lumayan tuh hadiahnya, kepuasan hati juga dapet....hhe...

Minggu, 21 Juli 2013

GELAR PAHLAWAN NASIONAL UNTUK PANGERAN ARIA SOERIA ATMADJA (BUPATI SUMEDANG 1883 – 1919)



Oleh Dudih Sutrisman




          Pengusulan nama Pangeran Aria Soeria Atmadja atau terkenal dengan nama Pangeran Mekah menjadi Pahlawan Nasional sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2011. Namun namanya harus tertunda menjadi Pahlawan Nasional, untuk mengenal lebih dekat dengannya yuk kita simak siapa sih sebenarnya Pangeran Aria Soeria Atmadja ini.
Pangeran Aria Soeria Atmadja
Pangeran Suria Atmadja atau Pangeran Mekkah adalah Bupati Sumedang ke-20 . Setelah Pangeran Suria Kusumah Adinata wafat, beliau digantikan oleh putranya yang bernama Raden Sadeli. Raden Sadeli dilahirkan di Sumedang pada tanggal 11 Januari 1851 . Sebelum menjadi bupati Sumedang Raden Sadeli adalah Patih Afdeling Sukapura Kolot di Mangunreja. Pada tanggal 31 Januari 1883 diangkat menjadi bupati Sumedang dengan memakai gelar Pangeran Aria Suria Atmadja (1883 – 1919).
Pangeran Suria Atmadja adalah bupati sumedang terakhir yang mendapat gelar Pangeran, sehingga disebut pangeran panungtung (Terakhir). Pangeran Aria Suria Atmadja merupakan pemimpin yang adil, bijaksana, saleh dan taqwa kepada Allah. Raut mukanya tenang dan agung, memiliki disiplin pribadi yang tinggi dan ketat. Kewibawa Pangeran Aria Suria Atmadja sangat besar yang memancar dari 4 macam sumber yakni :
a. Kedudukannya sebagai bupati.
b. Patuh dan taqwa dalam agama.
c. Kepemimpinannya yang tinggi.
d. Displin yang tinggi.
Pangeran Aria Suria Atmadja memiliki jasa dalam pembangunan Sumedang di beberapa bidang, antara lain :
1. BIDANG PERTANIAN
Membangun aliran irigasi di sawah-sawah, penanaman sayuran, melakukan penghijauan di tanah gundul dan membangun lumbung desa. Pangeran Aria Suria Atmadja memberi ide bagaimana meningkatkan daya guna dan hasil guna pengolahan tanah, pembuatan sistem tangga (Terasering) pada bukit-bukit.
2. BIDANG PERTERNAKAN
Untuk meningkatkan hasil ternak yang baik di Sumedang, di datangkan sapi dari Madura dan Benggala dan kuda dari Sumba atau Sumbawa untuk memperoleh bibit unggul.
3. BIDANG PERIKANAN
Pelestarian ikan di sungai diperhatikan dengan khusus, jenis jala ikan ditentukan ukurannya dan waktu penangkapannya agar ikan di sungai selalu ada. Penangkapan ikan dengan racun atau peledak di larang.
4. BIDANG KEHUTANAN.
Daerah-daerah gunung yang gundul ditanami pohon-pohon agar tidak longsor., selain dibuat hutan larangan / tertutup yaitu hutan yang tidak boleh diganggu oleh masyarakat demi kelestarian tanaman dan binatangnya. Binatang dan pohon langka mendapat pelindungan khusus.
5. BIDANG KESEHATAN.
Penjagaan dan pemberantasan penyakit menular mendapat perhatian besar. Bayi dan anak-anak diwajibkan mendapatkan suntikan anti cacar diadakan sampai ke desa-desa. Masyarakat dianjurkan menanam tanaman obat-obatan di perkarangan rumahnya.
6. BIDANG PENDIDIKAN
Pada tahun 1914 mendirikan Sekolah Pertanian di Tanjungsari dan wajib belajar diterapkan pertama kalinya di Sumedang. Pada tahun 1915 di Kota Sumedang telah ada Hollandsch Inlandsche School , mendirikan sekolah rakyat di berbagai tempat Sumedang dan membangun kantor telepon.
7. BIDANG PEREKONOMIAN
Pada tahun 1901 membangun “Bank Prijaji” dan pada tahun 1910 menjadi “Soemedangsche Afdeeling Bank”. Pada tahun 1915 mendirikan Bank Desa untuk menolong rakyat desa.
8. BIDANG POLITIK
Pada tahun 1916 mengusulkan kepada pemerintah kolonial agar rakyat diberi pelajaran bela negara / mempergunakan senjata agar dapat membantu pertahanan nasional. Ide ini dituangkan dalam buku ‘Indie Weerbaar” / Ketahanan Indonesia, tapi usul ini ditolak pemerintah Belanda. Pangeran Aria Suria Atmadja tidak mengurangi cita-citanya, disusunlah sebuah buku yang berjudul ‘ Ditiung Memeh Hujan” dalam buku itu dikemukakan lebih jauh lagi agar Belanda kelak perlu mempertimbangkan dan mengusahakan kemerdekaan bagi rakyat Indonesia. Pemerintah kerajaan Belanda memberi reaksi hingga dibuat benteng di kota Sumedang, benteng gunung kunci dan Palasari.
9. BIDANG KEAGAMAAN
Bidang keagamaan mendapat perhatian yang besar dari Pangeran Aria Suria Atmadja. Mesjid dan pesantren mendapat bantuan penuh, peningkatan pendidikan agama mulai dini
10. BIDANG KEBUDAYAAN
Bidang kebudayaan dapat perhatian besar dari Pangeran Aria Suria Atmadja khususnya Tari Tayub dan Degung. Selain ahli dalam sastra sunda, Pangeran Aria Suria Atmadja pun membuat buku dan menciptakan lagu salah satunya Lagu Sonteng.
11. BIDANG LAINNYA
Membangun rumah untuk para kepala Onderdistrik, dibangunnya balai pengobatan gratis, dan menjaga keamanan diadakan siskamling.

Pangeran Aria Suria Atmadja mendapat berbagai penghargaan atau tanda jasa dari pemerintah kolonial :
  • ·         Bisluit Gupernamen 21 Agustus 1898, menerima BINTANG EMAS"
(GOULDEN MEDAILLE)
  • ·         Bisluit Gupernamen 31 Agustus 1898, menerima gelar "ADIPATI"
sebutannya menjadi Raden Adipati Soeria Atmadja
  • ·         Bisluit Sri Maha Ratu Nederland (Koninklijk Besluit) 27 Agustus
1903 menerima Bintang "OFFICIER DER ORDE VAN ORANJE
NASSAU"
  • ·         Bisluit Gupernamen 26 Agustus 1906, menerima gelar "ARIA"
sebutannya Raden Adipati Aria Soeria Atmadja.
  • ·         Bisluit Gupernamen 26 Agustus 1910, menerima gelar
"PANGERAN" dan mendapat Payung "Songsong Jene", predikatnya
Pangeran Met de vergulde pajong, sebutannya menjadi
Pangeran Aria Soeria Atmadja"
  • ·         Menurut Sri Ratu Nederland (Koninklijk Besluit) 17 september
1918 menerima anugrah "Bintang Agung, Ridder Der Orde Van
De Nederlandsche Leeuw" Bintang Penghargaan paling tertinggi.

Pangeran Aria Soeria Atmadja di Keraton Sumedang
Pada masa pemerintahannya, tepatnya bulan Juli 1907 Cut Nyak Dhien dibawa ke Sumedang oleh pemerintah kolonial Belanda. Pada waktu Cut Nyak Dhien ditemani oleh dua orang yakni Panglima dan Teuku Nana. Selama berada di Sumedang, Cut Nyak Dhien ditempatkan oleh pangeran Aria Soeria Atmadja di rumah Haji Sanusi di belakang Mesjid Agung Sumedang dan segala kebutuhan beliau dicukupi dengan baik oleh sang bupati hingga Cut Nyak Dhien wafat pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh Sumedang.
Pada Tahun 1919 Pangeran Aria Soeria Atmadja berhenti sebagai bupati Sumedang. Pangeran Aria Soeria Atmadja wafat pada tanggal 1 Juni 1921 dan dimakamkan di Ma’la Mekah ketika menunaikan ibadah haji sehingga beliau terkenal dengan nama pangeran Mekah. Pada saat pemakamannya Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melakukan penghormatan secara Upacara Militer. Untuk menghormati jasa-jasanya didirikan sebuah monumen Lingga di tengah alun-alun Sumedang yang diresmikan langsung oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda D. Fock.
Demikian sekilas kisah tentang Pangeran Aria Soeria Atmadja, seorang pangeran yang banyak memberikan sumbangsih pemikirannya dan tindakan-tindakannya sebagai batu pijakan bagi kemerdekaan Indonesia kelak. Jasanya yang besar bagi perkembangan kaum pribumi di tengah masa penjajahan patutlah untuk diberi apresiasi dan beliau layak menjadi seorang Pahlawan Nasional.

PERGERAKAN MAHASISWA YANG IDEAL



Oleh Dudih Sutrisman

Gerakan Mahasiswa adalah suatu nama yang selalu mewarnai perjalanan politik negara Indonesia. Seperti kita ketahui dalam sejarah kenegaraan, gerakan mahasiswa pernah muncul dan membahana tatkala TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat) sedang ramai-ramainya pada tahun 1960-an. Gerakan Mahasiswa kerap ambil bagian dalam proses penggantian kepemimpinan nasional yang kemudian mencapai titik klimaksnya pada 1998, saat tuntutan Reformasi berkumandang.
Kini telah lewat dari 10 tahun, apa yang terjadi pada pergerakan mahasiswa Indonesia pasca Reformasi? Mahasiswa kembali ke kampusnya masing-masing dan pergerakan mahasiswa boleh dikatakan agak melemah dengan segala permasalahan yang ada. Sangat jarang bagi kita untuk dapat menyaksikan seluruh elemen mahasiswa melakukan suatu gerakan yang satu, sebab mahasiswa kini sudah mulai disibukkan oleh tuntutan akademis semata.               
Image : mutiamanarisa.wordpress.com
Melemahnya pergerakan mahasiswa ini pun banyak dilatarbelakangi oleh melemahnya budaya literasi di kalangan mahasiswa yang pada akhirnya membuat kritisme pemikiran terhadap keadaan sekelilingnya pun turut melemah. Budaya literasi yang dimaksud adalah Membaca, Menulis dan Berdiskusi. Dengan membaca, baik itu dari media cetak maupun media online di luar materi perkuliahan akan membuat khazanah pengetahuan bertambah serta akan membuat aktivis tersebut mampu untuk mengolah pemikirannya. Aktivis yang baik adalah aktivis yang mampu membaca fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungannya yang oleh orang lain tidak atau belum pernah terpikirkan sebelumnya. Kritisme seorang aktivis akan berjalan jika aktivis tersebut mampu membaca bahwa telah terjadi suatu ketidaksesuaian pada kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga universitas maupun di luar universitas.
Setelah dirasa mampu untuk membaca keadaan, seorang aktivis pergerakan mahasiswa semestinya mampu untuk menuangkan pemikiran-pemikirannya ke dalam bentuk tulisan yang dapat dibaca oleh orang lain di sekelilingnya sebagai upaya penyadaran pada khalayak umum terkait dengan keadaan atau isu yang terjadi. Proses yang kerapkali disebut dengan agitasi dan propaganda ini, menjadi suatu hal yang sangat penting manakala sebuah permasalahan diangkat ke publik, sebab proses itu penting untuk memberikan pemahaman kepada publik agar turut bersama ikut serta dalam upaya yang telah ada dalam pemikiran poros gerakan mahasiswa tersebut. Beragam media propaganda diefektifkan pada proses ini, tantangannya adalah, apakah orang akan membaca propaganda kita itu? Yakinilah, suka atau tidak suka, sebuah ungkapan berbicara bahwa “kemungkaran yang dilakukan lebih dari tiga kali maka akan menjadi kebenaran”, dalam artian walaupun media propaganda itu kerap ditertibkan oleh pihak kampus, namun propaganda itu terus disebar berkali-kali maka publik akan membenarkan apa yang kita sampaikan.
Setelah muncul penyadaran dari publik terhadap suatu permasalahan, maka sebuah diskusi adalah ajang berikutnya untuk memberikan penguatan lebih mendalam terhadap publik agar publik turut serta dalam gerakan yang kita lakukan. Dalam diskusi ini, kita datangkan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya agar dapat dimunculkan sebuah diskusi yang objektif dengan melihat dari berbagai sudut pandang hingga dapat dicapai solusinya. Yang perlu ditekankan pada pencarian solusinya adalah konsep win-win solution dimana dicari solusi yang benar-benar menjadi jalan tengah, hilangkan segala ego yang melekat agar dapat dicari solusi yang demikian.
Jika hal tersebut diatas dapat dijalankan oleh para aktivis mahasiswa, maka gerakan mahasiswa takkan pernah pudar dan terus memiliki arti yang penting dalam dinamika kampus. Aktivis merupakan sekelompok kecil saja dari jumlah keseluruhan mahasiswa kini dimana mayoritas mahasiswa kini bersikap apatis. Namun harus pula kita yakini bahwa “Perubahan tidak dilakukan oleh orang banyak, namun perubahan dilakukan oleh orang yang sedikit namun mampu mempengaruhi orang banyak”. Walaupun jumlahnya sedikit namun mampu memberikan upaya penyadaran kepada mahasiswa lainnya terhadap fenomena yang terjadi.
Tanggung jawab dasar atau Basic Responsibility penting untuk dimiliki setiap organisasi pergerakan mahasiswa, diantaranya adalah Kaderisasi, Pelayanan, dan Sosial Kontrol. Sebuah organisasi pergerakan mahasiswa akan berakhir jika organisasi tersebut gagal untuk mendidik para penerusnya, hal tersebut untuk menjaga agar gerakan mahasiswa terus berdinamika dalam kehidupan masyarakat. Sebuah kaderisasi yang baik adalah kaderisasi ideologis, dimana kaderisasi di sini memberikan pemahaman mendasar terhadap para kadernya agar terus memperjuangkan apa yang menjadi perjuangan organisasi bersangkutan. Namun yang perlu dirubah dari sistem kaderisasi yang banyak diterapkan dewasa ini adalah, kurangi kaderisasi yang memakai cara-cara keras seperti dengan bentak-bentakan dan sebagainya sebab hal itu akan membuat para kader baru menjadi antipati terhadap pergerakan organisasi tersebut dan tak jarang hanya menjadikan orang takut bukan sadar akan pentingnya sebuah gerakan. Hal tersebut perlu dirubah menjadi kaderisasi yang berlandaskan pada upaya penyadaran, pembukaan khazanah pemikirannya agar mampu berpikir secara kritis serta mampu untuk membaca fenomena-fenomena yang terjadi di sekelilingnya. Jika hal itu mampu diwujudkan maka niscaya, gerakan mahasiswa takkan pernah kehabisan kadernya.
            Organisasi pergerakan mahasiswa pun harus pula memberikan pelayanan kepada mahasiswa lainnya yang membutuhkan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh organisasi pergerakan mahasiswa. Hal itu perlu dipahami betul, sebab pada hakekatnya organisasi pergerakan mahasiswa merupakan representasi dari seluruh mahasiswa yang ada sehingga organisasi pergerakan mahasiswa harus pula memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh para mahasiswa, dimana organisasi menjadi jembatan dengan pihak rektorat dalam segi pengambilan kebijakan. Diluar dirasakan atau tidaknya fungsi ini oleh seluruh mahasiswa kembali lagi pada dirinya masing-masing, sebab sebuah pelayanan dapat dirasakan jika yang bersangkutan memang benar-benar membutuhkan pelayanan, jika tidak butuh pelayanan maka fungsi ini akan tidak dirasakan oleh yang bersangkutan.
            Selain kedua hal yang telah disebutkan diatas, organisasi pergerakan mahasiswa harus mampu menjalankan Social Control terhadap segala kebijakan yang dikeluarkan rektorat, dalam artian kebijakan yang dianggap merugikan mahasiswa sepatutnya dapat dikritik dan ditentang, begitu pula sebaliknya apabila dianggap mengakomodir mahasiswa maka sepatutnya untuk di dukung. Selain itu organisasi pergerakan mahasiswa harus mampu untuk turut menjaga dinamika gerakan mahasiswa di kampusnya agar tetap kokoh bersatu dalam satu harmoni.
            Hal tersebut diatas dapat diwujudkan oleh mahasiswa yang aktivis, lalu bagaimana caranya agar mahasiswa apatis mau bergabung dalam poros gerakan? Mahasiswa apatis cenderung tidak menyukai hal-hal yang berbau orasi atau hal semacam itu, namun ada cara yang dapat dilakukan agar mahasiswa apatis mau untuk membuka pikirannya tentang suatu permasalahan yakni dengan mengadakan suatu kegiatan yang bersifat hobisme dimana seluruh elemen mahasiswa bergabung dalam kegiatan tersebut termasuk mahasiswa apatis, baik itu dengan menjadi pelaksana ataupun hanya menjadi peserta. Hal tersebut dilakukan untuk membuat para mahasiswa apatis mau membaur dengan kawan-kawannya yang aktivis, dan mendengar informasi-informasi terkait dengan isu yang diangkat oleh gerakan mahasiswa. Hal demikian disebut dengan Diversifikasi Gerakan, yakni mengadakan kegiatan yang dapat mendatangkan banyak massa untuk kemudian digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu.
            Jika kesemua hal tersebut mampu dijalankan dengan baik maka yakinilah bahwa gerakan mahasiswa indonesia akan bangkit dan berjaya kembali dan tetap memiliki Bargaining Position dengan para pemangku kebijakan. Inilah saatnya bagi kita semua untuk membenahi organisasi pergerakan mahasiswa agar kembali bertaji, sebab kemana arah bangsa ini akan berjalan ditentukan oleh para generasinya saat ini. Gerakan mahasiswa harus memiliki landasan pemikiran yang ideologis/mendasar dalam menyikapi segala permasalahan yang menghadang.
HIDUP MAHASISWA!

Minggu, 06 Januari 2013

SUMEDANG, PILKADA DAN LINGKUNGAN


Oleh Dudih Sutrisman

Insun Medal, Insun Madangan
Kaula Bijil Nyaangan
Ceuk Uga Sumedang teh ngarangrangan
Kiwari Sirungan Deui
(Petikan Sajak Dalam Buku “Sajarah Sumedang” karya E. Kosmajadi)

            Pemilihan Kepala Daerah atau dikenal sebagai Pilkada merupakan sebuah pesta demokrasi paripurna bagi rakyat suatu daerah untuk memilih secara langsung kepala daerah tersebut. Otonomi Daerah atau pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah merupakan sebuah sistem yang memberikan kebebasan seluas-luasnya pada daerah untuk menggali setiap potensi dan mengelola segala hal untuk kepentingan daerah tersebut.
            Sistem demikian merupakan sebuah efek dari cita-cita reformasi yang mengkritisi sistem sentralisasi yang diterapkan pada jaman orde baru. Dengan adanya otonomi daerah, keran kebebasan dibuka seluas-luasnya, orang berbondong-bondong mendaftarkan dirinya untuk menjadi kepala daerah terlepas dari motif yang melatarbelakanginya.
            Otonomi daerah membuat daerah yang bersangkutan memiliki hak untuk mengatur daerahnya dengan alasan demi pembangunan. Namun apa yang terjadi saat ini? Otonomi daerah membuat para kepala daerah tak segan-segan untuk membuka banyak keran yang mendatangkan pendapatan bagi daerahnya sekalipun itu harus mengorbankan lingkungan hidup.
            Sumedang adalah salah satu daerah otonom yang kini harus mengalami degradasi lingkungan. Alam nan asri yang dulu merupakan ciri khas sumedang dengan kehijauan alam, kesejukan, keteduhan lingkungannya kini hanya sekadar cerita. Udara panas nan menyengat, pantulan sinar matahari nan menyilaukan, dan penurunan kualitas udara menjadi cerita yang banyak beredar saat ini. Bhoemi Sumedang Larang, pewaris kerajaan Sunda Pajajaran ini sedang menyiapkan sebuah pesta demokrasi untuk memilih kepala daerah yang baru. Kepemimpinan bupati Don Murdono akan segera berakhir, periode 2008-2013 merupakan periode kedua jabatan beliau sehingga beliau dipastikan tidak akan dapat maju kembali.
            Bak kue manis yang menggiurkan, pada pilkada sumedang ini banyak orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai calon bupati sumedang dengan beragam slogan yang dibuat untuk meyakinkan para pemilih dan dengan beragam pose yang dinilai bisa menjual dan mengangkat popularitasnya. Beberapa diantaranya terdapat nama pemain lama yang pernah bertarung dalam pilkada sebelumnya.
Namun dari semua calon tersebut penulis rasa belum ada satu pun yang concern pada isu kerusakan lingkungan, belum ada yang mengusung perbaikan lingkungan yang ada malah menjanjikan beragam program yang berfokus pada perbaikan sector non-lingkungan.
            Beberapa waktu yang lalu, sebuah stasiun televisi swasta nasional menayangkan sebuah program acara yang mengupas secara mendalam kerusakan lingkungan yang terjadi di Kabupaten sumedang. Mengambil lokasi di kawasan pertambangan pasir yang sudah semakin besar cakupan wilayah dan lubang tambangnya. Acara demikian membuktikan bahwa perubahan lingkungan di Sumedang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat sumedang melainkan juga dirasakan oleh orang luar daerah.
Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi besar-besaran pertambangan pasir ini memberikan dampak sistemik terhadap sektor lainnya, infrastruktur jalan di Sumedang sudah sangat buruk bahkan jalan di depan gedung pusat pemerintahan Sumedang pun mengalami kerusakan sangat parah akibat lalu lintas kendaraan besar pengangkut pasir dengan tonase yang diluar batas kekuatan aspal jalan tersebut, beragam penyakit ISPA pun mengintai masyarakat Sumedang akibat debu pasir yang beterbangan.
            Jika kita berbicara tentang pemasukan daerah, maka bisa dijawab bahwa diakui, usaha pertambangan itu memberikan pemasukan yang besar pada kas daerah. Namun apakah sebanding dengan dampak yang ditimbulkan? Jawabannya adalah Tidak! Percuma saja apabila pemasukan besar, namun biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi dampak yang diakibatkannya juga besar pula.
            Momentum Pemilihan Kepala Daerah Sumedang yang akan dilaksanakan pada tahun 2013 haruslah menjadi titik balik bagi Sumedang untuk menggelorakan pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan, perbaiki lingkungan alam sumedang yang sudah rusak ini, buat para pendiri Sumedang tersenyum melihat Sumedang rindang dan hijau kembali. Siapapun itu Bupati sumedang yang terpilih kelak, hendaklah menjadi tokoh yang mampu melakukan perubahan konsep dasar pembangunan di sumedang sehingga lebih berorientasi pada lingkungan bukan pada profit semata. Yakinilah bahwa apabila lingkungan sudah baik, maka segala aspek yang ingin dicapai pun akan terlaksana dengan baik. Ayo Perbaiki Lingkungan dan Hentikan Perusakan Lingkungan!

Pangagung jeung rahayatna runtut raut sauyunan
Dina ngudag kamajuan
Singkil sabilulungan ngalaksanakeun pangwangunan
Bari nyekel deleg agama jeung darigama
Dibarung jejer: “ Sumedang Tandang Nyandang Kahayang”
(Petikan Sajak Dalam Buku “Sajarah Sumedang” karya E. Kosmajadi)

Sabtu, 05 Januari 2013

Provinsi Cirebon, Sebuah Dilematis


Oleh Dudih Sutrisman

“Memang politik menyangkut hidup kita, tapi tak boleh menenggelamkan kita”
(Goenawan Mohamad)

Cirebon sebuah kota di pantai utara jawa yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati dan Pangeran Cakrabuana merupakan sebuah kota pantai yang unik, dilihat dari sisi kebudayaan dan kultur masyarakatnya. Sebagai salah satu wilayah dalam provinsi Jawa Barat yang memiliki budaya yang khas dan berbeda dengan budaya masyarakat jawa barat lainnya yang kuat kultur kesundaannya, Cirebon punya budaya dan bahasa tersendiri mengingat wilayahnya yang merupakan perbatasan antara wilayah berbudaya Sunda dengan wilayah berbudaya Jawa.
Di Cirebon pula budaya keraton masih kuat dimana eksistensi Keraton-keraton eks-kesultanan Cirebon dimasa lalu masih mengakar pada budaya politik dan sosial masyarakatnya. Keunikan yang dimiliki kota ini menjadi nilai plus bagi sektor pariwisatanya.
Keunikan tersebut ternyata tidak membuat segelintir orang Cirebon serta merta merasa diperhatikan oleh pemerintah Jawa Barat dalam hal pembangunan. Namun jika dibandingkan dengan daerah jawa barat lainnya, kita dapat melihat fakta bahwa perkembangan Cirebon cukup signifikan dalam segi pembangunan sebagai sebuah kota besar di Jawa Barat.
Sebagai bagian dari Jawa Barat, Cirebon pun turut berdinamika dalam pesta demokrasi rakyat Jabar yakni Pemilihan Gubernur Jabar yang akan dilaksanakan pada 2013 mendatang. Parpol sudah mengumumkan para jagonya, KPU pun sudah menutup pendaftarannya, banyak nama tersingkir dalam bursa cagub-cawagub ini akibat tidak mendapatkan rekomendasi dari parpolnya. Dedi Supardi adalah salah satu dari Cagub yang gagal bertarung dalam pilgub jabar, setelah parpolnya ketuk palu merekomendasikan calon lain untuk maju menjadi Jabar satu.
Tersingkirnya Dedi Supardi yang merupakan Bupati Cirebon ini ternyata kembali menguak wacana pembentukan Provinsi Cirebon, dimana beliau menegaskan bahwa ia akan memfokuskan dirinya pada pembentukan provinsi Cirebon pasca kegagalannya bertarung dalam pilgub jabar. Provinsi Cirebon yang dalam masterplan-nya akan mencakup wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan (Ciayumajakuning) ini merupakan sebuah wacana yang sempat santer terdengar dan menjadi headline media massa lokal Jawa Barat namun meredup seiring dengan beragam program pembangunan pemerintah yang difokuskan pada wilayah tersebut dan dilemparnya wacana pemindahan ibukota jawa barat dari Bandung ke Cirebon.
Kembali mencuatnya wacana pembentukan provinsi Cirebon ini membuat beberapa kepala daerah Ciayumajakuning mulai mengambil sikap. Bupati Majalengka dengan alasan kuat menolak untuk bergabung dalam kerangka Provinsi Cirebon. Menyusul kemudian Bupati Kuningan pun turut menyatakan bahwa Kuningan tetap merupakan bagian dari Jawa Barat dan menyampaikan sikap yang sama dengan bupati Majalengka.
Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah pembentukan provinsi Cirebon ini benar-benar muncul dari sebuah kebutuhan masyarakat ataukah hanya untuk kepentingan segelintir orang? Penolakan para bupati tersebut justru membuat masyarakat bisa melihat bahwa wacana tersebut berjalan dengan pincang, direncanakan akan memiliki daerah seputaran Ciayumajakuning namun pemerintah Majakuning ternyata malah menyatakan penolakannya. Tinggal daerah Ayu atau Indramayu yang belum secara resmi menyatakan sikapnya, Bupati Indramayu yang notabene adalah istri dari salah satu calon Gubernur Jabar ini tidak akan gegabah dalam mengambil sikap mengingat posisi suaminya saat ini, beliau akan berhati-hati dalam mengambil sikap agar tidak menjadi boomerang bagi suaminya.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 129 Tahun 2000 yang
direvisi menjadi PP Nomor 78 Tahun 2007, Syarat cakupan wilayah untuk pembentukan Provinsi baru minimal terdiri dari 5 Kabupaten/Kota. Jika kita mengacu pada peraturan perundang-undangan tersebut, maka dengan atau tanpa bergabungnya Indramayu dalam Provinsi Cirebon syarat tersebut belum tercapai. Sehingga harapan Presidium Pembentukan Provinsi Cirebon (P3C) ini masih membutuhkan kerja ekstra untuk meyakinkan kepala daerah sekeliling kab/kota Cirebon untuk mendukung wacana tersebut. Membentuk sebuah daerah otonom baru tidak semudah membalikkan telapak tangan, tidak semudah mulut berbicara , tidak semudah kaki melangkah, tidak semudah mata melihat benda, dan tidak semudah kulit merasakan suhu.
Pernyataan sikap pemerintah daerah sekeliling kab/kota Cirebon itu baru sebagian kecil dari penolakan yang dialami oleh wacana ini, di dalam wilayah Cirebon sendiri tidak semua tokoh dan masyarakat Cirebon setuju pada wacana ini. Oleh karena itu semoga wacana pembentukan Provinsi Cirebon ini benar-benar muncul karena ketulusan dan keikhlasan hati untuk membangun Cirebon bukan untuk kepentingan pribadi atau segelintir orang yang menginginkan posisi dan jabatan belaka dalam provinsi ini jika kelak berdiri. Jangan pula karena mereka tidak punya tempat atau posisi dalam pemerintahan Jabar mereka mengorbankan kepentingan masyarakat. “Apabila sesuatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggu saat kehancurannya” (HR. Bukhari)

Jumat, 04 Januari 2013

MEMBANGUN MASYARAKAT JASA SUMEDANG BERBASIS BUDAYA


Oleh Dudih Sutrisman
Kabupaten Sumedang, sebuah wilayah yang terletak di wilayah Priangan Timur yang masuk ke dalam teritorial Provinsi Jawa Barat memiliki warna tersendiri dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Sumedang boleh dibilang adalah cikal bakal wilayah Provinsi Jawa Barat sekarang, bagaimana tidak, dalam sejarahnya Sumedang pernah memiliki wilayah kekuasaan yang meliputi hampir seluruh wilayah Jawa Barat.
Dengan catatan sejarahnya itulah maka kultur budaya sunda melekat sebagai identitas masyarakat sumedang yang dimasa silam adalah pewaris kerajaan sunda. Konsep Sumedang Puseur Budaya Sunda (SPBS) yang digaungkan pemerintah daerah sumedang sudah sepantasnya mendapat apresiasi dari seluruh lapisan masyarakat. Konsep demikian sampai saat ini hanya berupa slogan dengan kegiatan formalitas semata, tidak dengan upaya aplikasi nyata dalam kultur kehidupan masyarakat sumedang.
Sumedang memiliki sejumlah tempat wisata andalan. Namun sayangnya, fasilitas dan infrastruktur yang ada diwilayah itu belum memadai dan fokus pemerintah belum maksimal ke sector wisata tersebut. Penyumbang pendapatan daerah terbesar sumedang disamping dari pajak juga didapat dari usaha pertambangan pasir yang marak di sejumlah wilayah sumedang utamanya di kaki gunung tampomas. Padahal dampak yang dihasilkan dari pertambangan itu juga cukup besar dan sistemik dimana sejumlah infrastruktur jalan di wilayah sumedang hancur akibat dilewati oleh truk-truk pasir dengan tonase yang melebihi batas kemampuan jalan tersebut dan masyarakat terganggu aktivitasnya akibat polusi tambang yang dihasilkan.
Hal demikian membuktikan bahwa konsep Sumedang Puseur Budaya Sunda belum diterapkan dalam kultur pembangunan di sumedang. Semestinya apabila benar-benar menyandang dan menjunjung tinggi budaya maka pembangunan yang ada selaras dengan pemeliharaan lingkungan alam bukan malah merusaknya. Bukti lain yang membuktikan ketidakkonsistenan pemerintah sumedang pada konsep itu adalah adanya pembangunan Saung Budaya Sumedang di Jatinangor yang pada awalnya dipersiapkan sebagai etalase budaya sumedang dimana disana akan ditampilkan beragam produk budaya sumedang. Sekarang saung itu malah bermetamorfosis menjadi wilayah komersial dengan beralih fungsi menjadi rumah makan dan sejenisnya.
Pembangunan jalan tol Cisumdawu yang melintasi wilayah Sumedang akan menjadi sebuah keuntungan tapi juga akan menjadi sebuah kerugian besar jika tidak diimbangi dengan kesiapan pembangunan di wilayah sumedang. Jalan tol tersebut pastinya akan mengurangi tingkat kepadatan kendaraan yang melintasi wilayah dalam kota sumedang, jika pemerintah sumedang tidak memiliki persiapan yang matang maka dapat dipastikan bahwa sumedang akan menjadi seperti kota mati.
Menurut penulis, tidak ada salahnya pemerintah sumedang melakukan inovasi terhadap konsep SPBS dengan benar-benar menerapkannya pada sector jasa pariwisata. Agar sumedang sumedang memperoleh keuntungan dari adanya jalan tol cisumdawu sudah selayaknya pemerintah memperhatikan sector pariwisata. Konsep wisatanya didesain sedemikian rupa sehingga nilai-nilai budaya sunda dapat ditampilkan pada wisatawan.
Tempat wisata di sumedang seperti kampong toga, nangorak, gunung kunci dan lain sebagainya baik itu wisata alam, wisata ziarah, wisata religi atau yang lainnya dikemas semenarik mungkin dengan dimaksimalkan pada sisi budayanya. Masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah itu juga diberi penyuluhan dan pelatihan kepariwisataan dengan menekankan pada upaya penanaman sadar budaya sunda sehingga masyarakat di sana dapat memberikan kenyamanan bagi wisatawan yang datang dengan sikap karakter budaya sunda.
Pengembangan dan revitalisasi pariwisata sangat penting bagi sumedang, apabila sector pariwisata ini dikembangkan dengan baik maka akan menghasilkan lapangan kerja baru yang inovatif bagi masyarakat sumedang seperti lapangan kerja di bidang event organizer cultures, kerajinan tradisional, kesenian dan lain sebagainya. Dengan demikian konsep Sumedang Puseur Budaya Sunda akan menghasilkan Masyarakat Jasa Sumedang Berbasis Budaya. Tinggal niat dan progress dari pemda sumedang terhadap seperti ini yang akan mendukung dari aspek legalitas dan aspek lainnya.
Pembangunan jalan tol cisumdawu dan hajatan pilkada sumedang bisa dijadikan sebagai momentum untuk merealisasikan konsep sumedang puseur budaya sunda dengan menciptakan masyarakat sumedang yang maju dengan tetap memegang teguh nilai-nilai luhur dari falsafah budaya sunda.